THE MERCYS


















Bilakah kan berakhir
Bilakah saatnya
Kita kan hidup bersama
Tak kan berpisah lagi
Tak kan terasa sepi
seperti saatnya begini

Bila malam kau slalu terbayang
Kekasih aku rindu
Bila Kelak kau dekat denganku
Betapa senangnya hatiku


Itulah sepenggal syair lagu yang dilantukan sebuah kelompok band lokal saat aku menghadiri resepsi pernikahan disebuah gedung di Kota Klaten. Lagu itu sebagai lagu pembuka dalam acara tersebut. Aku terkesima dengan dengan lagu pembuka tersebut. Dibawakan dengan sangat apik dengan ramuan instrumen musik yang cukup manis. Dalam memoriku aku mencari-cari , lagu siapa ini. Tapi dari beat dan iramanya mirip dengan lagu Usah Kau Harap nya The Mercys. Sebenarnya sudah cukup lama aku menyukai lagu-lagunya The Mercys dan beberapa lagu sempat hapal untuk kunyanyikan. Tapi lagu pembuka tadi kok masih asing ditelingaku. Esok harinya, untuk menjawab kepenasaranku , aku mencari koleksi MP3 di komputer . Ternyata betul , lagu pembuka tadi merupakan satu dari sekian banyak koleksi dari The Mercys. Ya The Mercys ......!!!


Satu band yang merupakan band terhebat di sepanjang masa. Mereka terdiri dari lima anak muda yang berambut gondrong, yakni Erwin Harahap (melody/vokal), Rinto Harahap (bass/lead vokal), Reynold Panggabean (drum/lead vokal), Rizal Arsyad (rhytem/vokal), dan Iskandar alias Bun (keyboard/vokal). Mereka mengusung kisah esensial sejarah dan kenangan yang suka hura-hura, serta berkiblat dengan band-band pesta di Jakarta, seperti, Noor Bersaudara, Ceking, Cruss dan Medinas.
Berdiri awal 1969 di kota Medan, Sumatra Utara, band ini dibangun oleh sekelompok anak muda yang berasal dari satu daerah yang mempunyai satu visi yang sama, sehingga membuat dua bersaudara dari marga Harahap ini bertolak dari Jakarta menuju Medan membentuk band pesta.

Nama The Mercy's sendiri secara spontan terbesit di ingatan mereka karena menyukai naik mobil merk Mercy. Jika diartikan dalam bahasa Prancis Mercy's artinya kasihan atau bisa juga terima kasih. Grup ini selalu mengikuti tren perkembangan musik mancanegara, sehingga mereka sering mengacu pada band The Beatles, The Bee Gees, The Hollys, C.C.R maupun Monkeys. Sesekali mereka juga membawakan lagu-lagu band nasional, seperti Koes Plus dengan hit-nya Telaga Sunyi.
Tapi menariknya, belum setahun terbentuk, grup ini sudah mendapat tawaran show di negeri jiran. Sayangnya, Iskandar atau Bun, panggilan akrabnya, tidak dapat melengkapi formasi ini, karena lebih memilih melanjutkan sekolah di kedokteran (kini, menjadi akhli bedah syaraf) dan posisinya digantikan oleh Charles Hutagalung (keyboard/lead vocal). Mereka melewatkan hampir tiap malam mengisi acara di night club Chusan Hotel di Malaysia. Dan, patut diacungi jempol bahwa sosok Charles Hutagalung yang selalu ceria, tetapi tetap mampu melahirkan lagu sentimental, seperti Tiada Lagi. Lewat tembang ini pula The Mercy's menjadi sebuah supergroup yang diminati jutaan penggemarnya.

Seusai kontraknya selama enam bulan, tepatnya pertengahan 1970, The Mercy's, kembali ke Medan melanjutkan aktivitas bermusiknya di pesta-pesta anak muda. Lalu datang tawaran untuk show di Singapura dan Bangkok. Namun, karena sesuatu hal kontrak tersebut pun gagal.
Namun, hal itu tidak membuat mereka patah arang, karena The Mercy's diminta langsung oleh RRI Medan untuk bermain di panggung hiburan dan lagu Tiada Lagi direkam untuk disiarkan secara on air pertama kalinya diperdengarkan dikota ini.
Pada 1971, mereka kembali mendapat tawaran show di Jepang. Pada saat itu grup Spokies sudah berjaya di sana dengan personel anak-anak Indonesia yang bersekolah di Tokyo. Antara lain, Broery Pesolima dan Joko Susilo. Angin segar ini membuat mereka bersemangat kembali.
Namun, karena sesuatu hal, rencana mereka untuk manggung di Jepang, kandas lagi. Mereka malah memilih untuk minggat dari Medan ke Jakarta. Erwin bersama Reynold pun bergabung dengan formasi lainnya yang lebih dulu manggung di Jakarta. Kemudian mereka mengisi serangkaian show secara berkala di empat tempat, seperti Tropicana, LCC, Paprica, dan Mini Discotique.
Di tempat terakhir inilah, The Mercy's mampu menembus dominasi band asal kota-kota besar, seperti Jakarta dan Bandung. Tepatnya, mereka datang dari band lokal (Medan) menjadi band nasional, dan sejajar dengan The Rollies, Gipsy dan The Pros. Dalam perjalannya, trio Charles, Rinto serta Albert sudah menunjukkan kekuatan dan kemampuannya dalam menggunakan lirik pada lagu-lagunya seperti, Untukmu, Hidupku Sunyi, Love, dan Kisah Seorang Pramuria. Lagu-lagu ini pun kemudian dimasukkan dalam album perdananya, sehingga merupakan success story bagi The Mercy's.

Mulai rekaman
Pada Agustus 1972, kolaborasi dua perusahaan rekaman Remaco dan Purnama sebagai produser, menghasilkan album pertama bagi The Mercy's. Siapa sangka, band lokal ini mampu menggoyang rekor penjualan piringan hitam (PH) maupun kaset band seniornya Koes Plus dan Panbers. Bahkan menempatkan lima single dari debut album ini merajai tangga-tangga lagu di radio-radio swasta di Jakarta dan seluruh nusantara.
Untuk kedigdayaan luar biasa ini, Puspen ABRI dan perusahaan rekaman Remaco & Purnama mengganjarnya sebagai Band Kesayangan periode 1972-1973 dan meraih Golden Record dan Piringan Emas, atas penjualan lebih dari sejuta keping. Kenyataannya, mereka telah berhasil mewujudkan impiannya. Dalam waktu singkat, mereka menggelar show pertamanya sebagai senjata ampuh di Taman Ria Jakarta Monas.
Pada 31 Desember, empat band besar Koes Plus, Panbers, Favorite's, dan The Mercy's, menggelar konser di gedung Istora Senayan Jakarta. Ribuan penonton memadati tempat pertunjukan, bahkan melebihi dari kapasitas tempat pertunjukan.

Ditinggal Charles
Pamor The Mercy's semakin terangkat dengan kehebatan duo sang legenda, Rinto Harahap dan Charles Hutagalung. Aksi mekera selalu mencuri perhatian penikmat musik Indonesia dengan liriknya yang banyak bercerita tentang cinta. Mereka berdua sangat kuat perannya di The Mercy's dalam mencipta dan menyanyi.
Dalam perjalanannya yang singkat, The Mercy's berhasil menyabet enam Golden Record dan sejumlah penghargaan lainnya yang diadakan setiap tahunnya oleh Puspen ABRI dari album-albumnya. Sayangnya, setelah The Mercy's menyelesaikan album ke-12 dan beberapa album Pop Melayu, Pop Mandarin dan Pop Anak-anak yang di produksi Remaco, Charles Hutagalung hengkang dengan mendirikan grup band GE & GE disusul Albert Sumlang memisahkan diri untuk berkarier solo.

Vakum
Album Mimpi, tercatat sebagai album terakhir mereka dengan formasi lengkap setelah kembalinya Charles dan Albert yang dirilis pada 1978. Namun, kebersamaan ini ternyata tidak lama, karena para personel The Mercy's disibukkan dengan kepentingan masing-masing. Charles Hutagalung sibuk bersolo karier, Reynold Panggabean membentuk OM Tarantula, Rinto Harahap mendirikan perusahaan rekaman Lolypop, dan mengorbitkan puluhan penyanyi, sementara Erwin Harahap berprofesi sebagai pengusaha dan Albert Sumlang sibuk membantu album solo penyanyi lain. Dan, pada akhirnya salah satu personel The Mercy's, Charles Hutagalung, tutup usia, namun karyanya masih bisa disenandungkan dan diperdengarkan dalam banyak kesempatan.

Sementara itu, Rinto Harahap mengungkapkan, ''Sebenarnya The Mercy's masih ada dan dari kami pun belum ada pernyataan resmi bubar. Namun, tidak dapat dipungkiri The Mercy's dikenal karena keberadaan Charles Hutagalung. Kami ini hanya sebagai pelengkap saja.'' Grup ini pun akhirnya telah menjadi salah satu legenda yang memperkaya khasanah musik pop Indonesia.
Mereka di ibaratkan mata air yang mengalir menembus dan menjangkau relung hati masyarakat musik Indonesia. Mereka juga mampu mengaliri dengan kesejukan lantunan lagu-lagunya tentang nostalgia, sehingga tetap bermakna bagi banyak orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar