MENAPAKKAN KAKI DI PUNCAK GUNUNG SUMBING

Gunung Sumbing adalah gunung tertinggi ke dua di Jawa Tengah dengan ketinggian mencapai 3.371 meter di atas permukaan laut. Gunung ini berhadapan dengan Gunung Sindoro yang dikenal sebagai gunung kembar. Jalan menuju ke puncak pun terjal dan penuh liku. Sebuah petualangan yang sangat menarik dan menakjubkan. Gunung Sumbing merupakan gunung bertipe strato (kerucut). Gunung ini terletak di kawasan kabupaten Temanggung dan Wonosobo, Jawa Tengah. Kondisi puncaknya terdiri atas tebing batu cadas yang menjulang tinggi dan disekitarnya banyak dijumpai kawah - kawah kecil yang mengeluarkan asap belerang.

Untuk sampai ke Puncak , disamping persiapan fisik yang cukup prima, perlengkapan pendakian, perbekalan makanan, pemahaman karakteristik jalur yang akan dilalui , pendaki juga harus pula menghormati kebiasaan penduduk lereng gunung Sumbing, banyak pantangan yang harus diperhatikan diantaranya tidak merusak tanaman, tidak mengganggu kebun penduduk, tidak membuang sampah, berhati-hati jika menyalakan api karena rawan kebakaran, berlaku sopan, tidak sombong, ramah bila berjumpa penduduk, tidak mengeluh, dan tidak buang air di sembarang tempat

Bagian lereng gunung Sumbing merupakan salah satu kawasan yang rawan tanah longsor karena terlalu luas dieksploitasi lahannya untuk ladang tembakau dan sayur - sayuran. Menurut satu sumber lereng Gunung Sumbing mempunyai tingkat erosi yang paling tinggi diantara gunung-gunung yang berada di sekitarnya sehingga bila kita mendaki gunung ini sejauh mata memandang akan terlihat hampir separuh lereng gunung sudah merupakan daerah perladangan.

Untuk mencapai puncak Gunung Sumbing terdapat satu jalur utama yaitu lewat Kampung Butuh, Desa Garung, Wonosobo. Desa Garung merupakan desa yang terletak di kaki sebelah kanan Gunung Sumbing dan sebelah kiri lereng Gunung Sindoro. Masyarakat desa ini sebagian besar bermata pencaharian dengan bertani. Jumlah penduduk desa Garung juga tidak terlalu banyak tapi kelihatan sangat makmur.
Desa Garung (1.543 m dpl) merupakan desa terakhir menuju ke puncak Gunung Sumbing, dapat dengan mudah kita capai karena letaknya yang dilalui jalur Bus/minibus dari arah Magelang menuju ke Wonosobo atau sebaliknya.Dari Magelang kita naik bus jurusan ke Wonosobo dan turun sebelum Kota Wonosobo sekitar 16 Km tepatnya di Gapura Desa Garung (Pasar Reco). Untuk mencapai jalan pendakian yang menuju ke puncak Gunung Sumbing dari Gapura Desa Garung kita menuju ke Kampung Butuh melalui jalan berbatu, sekitar 0,5 jam dengan jalan kaki .Panjang jalur dari Desa Garung sampai ke puncak Gunung Sumbing, 7 Km.

Jalur lainnya adalah jalur Cepit. Dari Purworejo naik bus ke Magelang, disambung ke Temanggung, turun di Parakan. Perjalanan di mulai di Base Camp Cepit yang terletak di desa Pager Gunung, kec. Bulu, wilayah Temanggung, Jawa Tengah. Perjalanan terbaik dilakukan pada malam hari sekitar pukul 21.00, sampai di puncak menjelang pagi, sehingga sempat melihat Sunrise dari puncak gunung. Selain itu perjalanan di malam hari dapat menghemat air minum, karena di sepanjang jalur tidak terdapat mata air.


Pendakian di Gunung Sumbing yang paling ramai biasanya pada bulan Agustus - September. Menurut data di buku pendakian di Kepala Desa pendaki tiap tahun dapat mencapai 5.000 orang. Untuk antisipasi kondisi buruk , Jika kita mengalami keadaan darurat kita bisa menghubungi Karang Taruna Desa Garung atau menghubungi Pos Penjagaan Polisi di Kledung dengan frekwensi 147,940 Mhz atau Polsek Wonosobo dan Magelang dengan frekwensi 147.000 Mhz dan disini akan dilakukan koordinasi lebih.

Pertama kali kita melangkahkan kaki untuk menyusuri jalur pendakian kita akan berjalan selama kurang lebih satu jam melewati kebun sayur penduduk. Kemudian kita akan mendaki sekitar dua jam memasuki kawasan hutan, selanjutnya kita akan sampai di padang rumput. Setelah itu kita akan bertemu dengan Batu Kasur dan Batu Lawang.

Jalur menuju puncak sangat sempit dan menanjak, sehingga sangat melelahkan, kita perlu sangat berhati-hati dan menjaga stamina tubuh. Puncak Gungung Sumbing berbentuk kaldera kecil yang bergaris tengah 800 meter, dengan kedalaman 50-100 m dan beberapa puncak yang runcing. Untuk menuju puncak tertinggi harus turun lagi ke arah kanan dan kemudian naik lagi.

Dikawasan puncak gunung Sumbing  terdapat  makam leluhur masyarakat setempat yang dikenal dengan sebutan Ki Ageng Makukuhan. Masyarakat Temanggung punya tradisi ziarah ke makam Ki Ageng Makukuhan pada malam 21 Romadhon. Ada beberapa gua salah satunya dikenal dengan nama Gua Jugil yang merupakan gua terbesar. Di kaldera banyak kawah kecil yang berasap belerang. Pemandangannya sangat indah sehingga kita akan merasa enggan untuk meninggalkan puncak tersebut.


Dari Puncak Buntu ini ,bisa menikmati hamparan gunung Sindoro yang kokok berdiri soalah menantang untuk didaki. Hmmm…sungguh indah dunia ciptaan Yang Maha Kuasa ini. Di depan Puncak buntu adalah Kawah Mati yang cukup lebar, seluar lapangan sepakbola. Dari kawah mati tersebut, disampingnya teradapat kawah yang masih sedikit mengepulkan asap belerang. Punca sejati dari Gunung sumbing sendiri berada di sisi lingkaran kawah yang lain, sangat sulit untuk di daki dengan metode konvensional. Jika anda hendak mendaki, mungkin memerlukan tali temali dan peralatan panjat tebih yang benar bisa menjaga keselamatan jiwa anda.

Untuk menuju kawah mati, kita harus menuruni puncak menuju kawah dengan kemiringan tanah mencapai 45 derajad, dengan vegetasi ilalang yang tebal. Kira2 20 menit perjalanan.  Kawah mati berupa Pasir yang rata, banyak sekali prasasti2 berupa batu batu ukuran sedang yang ditata sedemikia rupa sehingga membentuk satu gambar atau logo.

Anda ingin mencoba ?
-----------

CUCI TANGAN PAKAI SABUN

Cuci tangan merupakan salah satu perilaku sehat yang pasti sudah dikenal. Perilaku ini pada umumnya sudah diperkenalkan kepada anak-anak sejak kecil tidak hanya oleh orang tua di rumah, bahkan ini menjadi salah satu kegiatan rutin yang diajarkan para guru di Taman Kanak-Kanak sampai Sekolah Dasar. Tetapi kenyataannya perilaku sehat ini belum menjadi budaya masyarakat kita dan biasanya hanya dilakukan sekedarnya, sebagai contoh ketika kita masuk ke sebuah rumah makan Indonesia, biasanya fasilitas cuci tangan disediakan dalam bentuk kobokan berisi air bersih dengan sepotong kecil jeruk nipis yang maksudnya untuk menghilangkan bau amis di tangan. Pemandangan berbeda ketika kita masuk ke restaurant fast food terkemuka asal negara adi daya, fasilitas cuci tangan sudah sangat memenuhi syarat, yaitu air bersih mengalir dilengkapi dengan sabun cuci tangan cair berkualitas dan pengering tangan merk terkenal, sayangnya fasilitas itu belum digunakan dengan baik, karena biasanya orang hanya mencuci tangan sekedar menghilangkan bau amis bekas makanan dan lupa atau malas mencuci tangan dulu sebelum makan. Jika kita sedikit melirik ke masyarakat pedesaan, pada umumnya masyarakat desa hanya menggunakan air seadanya dan belum banyak yang menggunkan sabun untuk mencuci tangan sebelum atau sesudah dari jamban. Beberapa hal di atas menunjukan kenyataan bahwa perilaku cuci tangan pakai sabun sebagai salah satu upaya personal hygiene belum dipahami masyarakat secara luas dan prakteknya pun belum banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari..


Tangan merupakan pembawa utama kuman penyakit, oleh karena itu sangat penting untuk diketahui dan diingat bahwa perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan perilaku sehat yang sangat efektif untuk mencegah penyebaran berbagai penyakit menular seperti diare, ISPA dan Flu Burung. Diare merupakan penyakit "langganan" yang banyak berjangkit pada masyarakat terutama usia balita. Survei Kesehatan Nasional tahun 2001 menempatkan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) penyakit pada posisi tertinggi sebagai penyakit paling berbahaya pada balita. Diare dan ISPA dilaporkan telah membunuh 4 juta anak setiap tahun di negara-negara berkembang. Sementara Flu Burung atau yang dikenal juga H5N1 merupakan penyakit mematikan dan telah memakan cukup banyak korban. Penyakit-penyakit tersebut juga merupakan masalah global dan banyak berjangkit di negara-negara berkembang, suatu wilayah yang didominasi dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk, tidak cukup pasokan air bersih, kemiskinan dan pendidikan yang rendah tetapi rantai penularan penyakit-penyakit tersebut di atas dapat diputus "hanya" dengan perilaku cuci tangan pakai sabun yang merupakan perilaku yang sederhana, mudah dilakukan, tidak perlu menggunakan banyak waktu dan banyak biaya.

Perilaku Sehat Cuci Tangan Pakai Sabun yang merupakan salah satu Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), saat ini juga telah menjadi perhatian dunia, hal ini karena masalah kurangnya praktek perilaku cuci tangan tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang saja, tetapi ternyata di negara-negara maju pun kebanyakan masyarakatnya masih lupa untuk melakukan perilaku cuci tangan. Rapat Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia (HCTPS) yang pertama pada tanggal 15 Oktober 2008. Ini merupakan perwujudan seruan tentang perlunya upaya untuk meningkatkan praktek personal hygiene dan sanitasi di seluruh dunia. Fokus HCTPS tahun 2008 ini adalah Anak sekolah sebagai "Agen Perubahan" dengan simbolisme bersatunya seluruh komponen keluarga, rumah dan masyarakat dalam merayakan komitmen untuk perubahan yang lebih baik dalam berperilaku sehat melalui CTPS serta tantangan yang mengacu kepada pemecahan rekor "jumlah terbesar anak sekolah mencuci tangan pakai sabun pada hari yang sama pada 20 negara yang berbeda, sedangkan tujuan dari tantangan ini adalah untuk menciptakan keseragaman kegiatan kunci bagi seluruh negara yang berpartisipasi, menciptakan kreatifitas, memacu kompetisi positif antar negara peserta serta membuat HCTPS menjadi sebuah hari yang menyenangkan.

Penggunaan sabun pada saat mencuci tangan menjadi penting karena sabun sangat membantu menghilangkan kuman yang tidak tampak minyak/lemak/kotoran di permukaan kulit serta meninggalkan bau wangi. Sehingga kita dapat memperoleh kebersihan yang berpadu dengan bau wangi dan perasaan segar setelah mencuci tangan pakai sabun, ini tidak akan kita dapatkan jika kita hanya menggunakan air saja. Yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah waktu-waktu kita harus melakukan perilaku cuci tangan, di Indonesia diperkenalkan 5 waktu penting yaitu :

setelah ke jamban

setelah menceboki anak

sebelum makan

sebelum memberi makan anak

sebelum menyiapkan makanan

5 fakta yang harus diketahui tentang Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah :

Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup

Mencuci tangan pakai sabun bisa mencegah penyakit yang menyebabkan kematian jutaan anak-anak setiap tahunnya

Waktu-waktu kritis CTPS adalah setelah ke jamban dan sebelum menyentuh makanan (mempersiapkan/memasak/menyajikan dan makan

Perilaku CTPS adalah intervensi kesehatan yang "cost-effective".

Untuk meningkatkan CTPS memerlukan pendekatan pemasaran sosial yang berfokus pada pelaku CTPS dan motivasi masing-masing yang menyadarkannya untuk mempraktekan perilaku CTPS

Praktek CTPS yang benar hanya membutuhkan sabun dan air mengalir. Air mengalir tidak harus dari keran, bisa juga mengalir dari sebuah wadah berupa gayung, botol, kaleng, ember tinggi, gentong atau jerigen. Untuk penggunaan jenis sabun dapat menggunakan semua jenis sabun karena semua sebenarnya cukup efektif dalam membunuh kuman penyebab penyakit. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, maka CTPS perlu dilakukan dengan cara yang baik dan benar, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut, yaitu :

Bilas tangan dengan air bersih yang mengalir

Tangan yang basah disabuni, digosok-gosok bagian telapak tangan dan punggung tangan,jari-jari, bawah kuku, minimal selama 20 detik.

Bilas kembali dengan air mengalir bersih sampai bersih

Keringkan dengan kain bersih atau kibas-kibaskan di udara

Menurut kajian yang disusun oleh Curtis and Cairncross (2003) didapatkan hasil bahwa perilaku CTPS khususnya setelah kontak dengan feses ketika ke jamban dan membantu anak ke jamban, dapat menurunkan insiden diare hingga 42-47%. Perilaku CTPS juga dikatakan dapat menurunkan transmisi ISPA hingga lebih dari 30% ini diperoleh dari kajian yang dilakukan oleh Rabie and Curtis (2005). Di lain pihak, Unicef menyatakan bahwa CTPS dapat menurunkan 50% insidens flu burung. Praktek CTPS juga dapat mencegah infeksi kulit, mata dan memudahkan kehidupan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Beberapa kajian ini menunjukan bahwa intervensi CTPS dianggap sebagai pilihan perilaku yang efektif untuk pencegahan berbagai penyakit menular.

Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia (HCTPS) yang ditetapkan pada tanggal 15 Oktober dan untuk pertama kalinya dilaksanakan pada tahun ini merupakan salah satu upaya untuk melibatkan masyarakat di seluruh dunia termasuk masyarakat Indonesia agar dapat memahami arti penting perilaku CTPS dan secara aktif mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui ini masyarakat juga diberi kesempatan untuk merasakan sensasi rasa antara sebelum cuci tangan pakai sabun dan setelah pakai sabun, dan yang terpenting adalah masyarakat dapat memahami secara jernih bahwa dengan perilaku sederhana seperti CTPS, berbagai penyakit yang banyak merenggut nyawa anak dan balita dapat dicegah. Melalui HCTPS ini juga dapat mengajak masyarakat untuk memahami bahwa walaupun dengan kondisi kehidupan yang sulit sekalipun, perilaku CTPS tetap dapat dilaksanakan dengan mudah dan terjangkau dan ini menjadi perilaku pilihan masyarakat sendiri (action of choice) untuk peningkatan derajat kesehatan dan kualitas hidup mereka. Mari bersama kita raih hidup sehat dengan Cuci Tangan Pakai Sabun.

Sumber : Ditjen P2PL / KPS-CTPS

DESA SIAGA




Visi Indonesia Sehat 2010 yang telah dirumuskan oleh Dep.Kes (1999) menyatakan bahwa, gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan yang sehat , sudah  berperilaku hidup berih dan sehat dan memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, sehingga akan dicapaui kondisi derajat kesehatan yang setinggi-tingginya diseluruh wilayah Republik Indonesia.


Pengertian sehat meliputi kesehatan jasmani, rohani, serta sosial dan bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Masyarakat Indonesia yang dicita citakan adalah masyarakat Indonesia yang mempunyai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat sehingga tercapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, sebagai salah satu unsur dari pembangunan sumber daya manusia Indonesia seutuhnya








Salah satu strategi yang terus dikembangkan dalam mewujudkan Indonesia Sehat 2010 adalah melalui pengembangan Desa Siaga. Berkaitan dengan strategi tersebut, salah satu sasaran terpenting yang ingin di capai adalah “pada akhir tahun 2010, seluruh desa telah menjadi “desa siaga”.
DESA SIAGA adalah suatu kondisi masyarakat tingkat desa/kelurahan yang memiliki kesiapan sumber daya potensial dan kemampuan mengatasi masalah kesehatan, bencana dan kegawat daruratan kesehatan secara mandiri.

Pengembangan desa siaga mencakup upaya untuk lebih mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat desa, menyiapsiagakan masyarakat menghadapi masalah-masalah kesehatan, memandirikan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan, serta mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat. Dengan mewujudkan desa siaga akan dapat segera di wujudkan desa-desa sehat, yang merupakan basis bagi terwujudnya Indonesia Sehat.
Inti kegiatan desa siaga adalah memberdayakan masyarakat agar mau dan mampu untuk hidup sehat. Oleh karena itu maka dalam pengembangannya diperlukan langkah-langkah pendekatan edukatif, yaitu upaya mendampingi (menfasilitasi) masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran yang berupa proses pemecahan masalah-masalah kesehatan yang di hadapinya. Untuk menuju desa siaga perlu di kaji upaya-upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang sudah ada seperti posyandu, polindes, pos obat desa, dana sehat, siap antar jaga kesehatan ibu dan anak (Siaga KIA) dan lain-lain sebagai embrio atau titik awal sebagai pengembangan menuju desa siaga. Dengan demikian, mengubah desa menjadi desa siaga akan lebih cepat bila di desa tersebut telah ada berbagai UKBM. Pengembangan desa siaga juga merupakan revitalisasi pembangunan kesehatan masyarakat desa(PKMD) sebagai pendekatan edukatif yang perlu di hidupkan kembali, dipertahankan dan ditingkatkan.

TUJUAN DESA SIAGA
1. Tujuan umum ; Terwujudnya masyarakat desa yang sehat, serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya.

2. Tujuan khusus ;

a) Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan.

b) Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap resiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana, wabah, kegawatdaruratan, dan sebagainya).

c) Meningkatnya keluarga yang sadar gizi dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.

d) Meningkatnya kesehatan lingkungan di desa.

e) Meningkatnya kemandirian masyarakat desa dalam pembiayaan kesehatan.

f) Meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong diri sendiri di bidang kesehatan.

g) Meningkatnya dukungan dan peran aktif para pemangku kepentingan dalam mewujudkan kesehatan masyarakat desa.

 SASARAN PENGEMBANGAN DESA SIAGA

Untuk mempermudah strategi intervensi, sasaran pengembangan desa siaga dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

1) Semua individu dan keluarga di desa, yang di harapkan mampu melaksanakan hidup sehat, serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayah desanya.

2) Pihak-pihak yang yang mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku individu dan keluarga atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan perilaku tersebut, seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan pemuda, kader desa, serta petugas kesehatan.

3) Pihak-pihak yang di harapkan memberikan dukungan kebijakan , peraturan perundangan, dana, tenaga,sarana , dan lain-lain. Seperti kepala desa, camat, para pejabat terkait, swasta, para donatur, dan pemangku kepentingan lainnya.

 KRITERIA DESA SIAGA

Sesuai dengan pengertian desa siaga, maka criteria lengkap dari desa siaga adalah ;

1. Memiliki sarana pelayanan kesehatan dasar (bagi yang tidak memiliki akses ke puskesmas/pustu, dapat dikembangkan pos kesehatan desa/POSKESDES).

2. Memiliki berbagai UKBM sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (posyandu, pos/warung obat desa, dan lain-lain).

3. Memiliki system pengamatan (survelians) penyakit dan factor-faktor risiko yang berbasis masyarakat.

4. Memiliki system kesiapsiagaan dan penanggulan kegawatdaruratan dan bencana berbasis masyarakat.

5. Memiliki system membiayaan kesehatan berbasis masyarakat.

6. Memiliki lingkungan yang sehat.

7. Masyarakat sadar gizi.

8. serta Perilaku hidup bersih dan sehat.

 LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN DESA SIAGA

Pengembangan Desa Siaga dilaksanakan dengan membantu/memfasilitasi masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran melalui siklus atau spiral pemecahan masalah yang terorganisasi (pengorganisasian masyarakat). Yaitu dengan menempuh tahap-tahap : (1) mengidentifikasi masalah, penyebabnya, dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah, (2) mendiagnosis masalah dan merumuskan alternatif-alternatif pemecahan masalah, (3) menetapkan alternatif pemecahan masalah yang layak, merencanakan dan melaksanakannya, serta (4) memantau, mengevaluasi dan membina kelestarian upaya-upaya yang telah dilakukan. Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaannya, namun secara garis besarnya langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut:

A. Pengembangan Tim Petugas Kecamatan (lintas program/lintas sektor)

Langkah ini merupakan awal kegiatan, sebelum kegiatan-kegiatan lainnya dilaksanakan. Tujuan langkah ini adalah mempersiapkan para petugas kesehatan yang berada di wilayah Puskesmas, baik petugas teknis maupun petugas administrasi. Persiapan para petugas ini bisa berbentuk sosialisasi, pertemuan atau pelatihan yang bersifat konsolidasi, yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Keluaran atau output dari langkah ini para petugas yang memahami tugas dan fungsinya, serta siap bekerjasama dalam satu tim untuk melakukan pendekatan kepada pemangku kepentingan dan masyarakat.

B. Pengembangan Tim di Masyarakat (Forum Desa Siaga)

Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan para petugas, tokoh masyarakat, serta masyarakat, agar mereka tahu dan mau bekerjasama dalam satu tim untuk mengembangkan Desa Siaga. Dalam langkah ini termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar merEka mau memberikan dukungan, baik berupa kebijakan atau anjuran, serta restu, maupun dana atau sumber daya lain, sehingga pengembangan Desa Siaga dapat berjalan dengan lancar. Sedangkan pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat bertujuan agar mereka memahami dan mendukung, khususnya dalam membentuk opini publik guna menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan Desa Siaga.

Jadi dukungan yang diharapkan dapat berupa dukungan moral, dukungan finansial atau dukungan material, sesuai kesepakatan dan persetujuan masyarakat dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Jika di daerah tersebut telah terbentuk wadah-wadah kegiatan masyarakat di bidang kesehatan seperti Konsil Kesehatan Kecamatan atau Badan Penyantun Puskesmas, Lembaga Pemberdayaan Desa, PKK, serta organisasi kemasyarakatan lainnya, hendaknya lembaga-lembaga ini diikutsertakan dalam setiap pertemuan dan kesepakatan.

C. Survei Mawas Diri (SMD)

Survei mawas diri (SMD) atau Telaah Mawas Diri (TMD) atau Community Self Survey (CSS) bertujuan agar masyarakat dengan bimbingan petugas mampu melakukan telaah mawas diri untuk desanya. Survei ini harus dilakukan oleh pemuka-pemuka masyarakat setempat dengan bimbingan tenaga kesehatan. Dengan demikian, diharapkan mereka menjadi sadar akan permasalahan yang dihadapi di desanya, serta bangkit niat dan tekad untuk mencari solusinya. Untuk itu, sebelumnya perlu dilakukan pemilihan dan pembekalan keterampilan bagi mereka. Keluaran atau output dari SMD ini berupa identifikasi masalah-masalah kesehatan serta daftar potensi di desa yang dapat didayagunakan dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan tersebut.

D. Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)

Tujuan penyelenggaraan musyawarah atau lokakarya desa ini adalah mencari alternatif penyelesaian masalah kesehatan hasil SMD dikaitkan dengan potensi yang dimiliki desa. Di samping itu, juga untuk menyusun rencana jangka panjang pengembangan Desa Siaga. Inisiatif penyelenggaraan musyawarah sebaiknya berasal dari para tokoh masyarakat yang telah sepakat mendukung pengembangan Desa Siaga. Peserta musyawarah adalah tokoh-tokoh perempuan dan generasi muda setempat. Bahkan sedapat mungkin dilibatkan pula kalangan dunia usaha yang bersedia mendukung pengembangan Desa Siaga dan kelestariannya (untuk itu diperlukan upaya advokasi).

Data serta temuan lain yang diperoleh pada saat SMD disajikan, utamanya adalah daftar masalah kesehatan, data potensi, serta harapan masyarakat. Hasil pendapatan tersebut dimusyawarahkan untuk penentuan prioritas, dukungan dan kontribusi apa yang dapat disumbangkan oleh masing-masing individu/institusi yang diwakilinya, serta langkah-langkah solusi untuk pengembangan Desa Siaga. Dalam hal ini, seyogianya masyarakat difasilitasi untuk sampai kepada kesimpulan tentang pentingnya hal-hal yang disebutkan sebagai kriteria Desa Siaga.

E. Pelaksanaan Kegiatan Desa Siaga

Secara operasional pembentukan Desa Siaga dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:

Pemilihan Pengurus dan Kader Desa Siaga, Pemilihan pengurus dan kader Desa Siaga dilakukan melalui pertemuan khusus para pimpinan formal desa dan tokoh masyarakat serta beberapa wakil masyarakat. Pemilihan dilakukan secara musyawarah & mufakat, sesuai dengan tata cara dan kriteria yang berlaku, dengan difasilitasi oleh Puskesmas.

Orientasi/Pelatihan Kader Desa Siaga, Sebelum melaksanakan tugasnya, kepada pengelola dan kader desa yang telah ditetapkan perlu diberikan orientasi atau pelatihan. Orientasi/pelatihan dilaksanakan oleh Puskesmas sesuai dengan pedoman orientasi /pelatihan yang berlaku. Materi orientasi/pelatihan mencakup kegiatan yang akan dilaksanakan di desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga (sebagaimana telah dirumuskan dalam Rencana Operasinal). Yaitu antara lain pengelolaan Desa Siaga secara umum, pembangunan dan pengelolaan palayanan kesehatan dasar seperti Poskedes (jika diperlukan), pengelolaan UKBM, serta hal-hal lain seperti kehamilan dan persalinan sehat, Siap-Antar-Jaga, Keluarga Sadar Gizi, posyandu, kesehatan lingkungan, pencegahan penyakit menular, penyediaan air bersih dan penyehatan lingkungan pemukiman (PAB-PLP), kegawat-daruratan sehari-hari, kesiapsiagaan bencana, kejadian luar biasa, warung obat desa (WOD), diversifikasikan pertanian tanaman pangan dan pemanfaatan pekarangan melalui Taman Obat Keluarga (TOGA), kegiatan surveilans, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan lain-lain.

Pengembangan Pelayanan Kesehatan Dasar Dan UKBM, Dalam hal ini, pembangunan PoskeSdes (jika diperlukan) bisa dikembangkan dari UKBM yang sudah ada, khususnya Polindes. Apabila tidak ada Polindes, maka perlu dibahas dan dicantumkan dalam rencana kerja pembangunan Poskesdes. Dengan demikian sudah diketahui bagaimana pelayanan kesehatan dasar tersebut akan diadakan, membangun baru dengan fasilitas dari Pemerintah, membangun baru dengan bantuan dari donatur, membangun baru dengan swadaya masyarakat, mengembangkan bangunan Polindes yang ada, atau memodifikasi bangunan lain yang ada. Bilamana Poskesdes Sudah berhasil diselenggarakan, kegiatan dilanjutkan dengan membentuk UKBM-UKBM yang diperlukan, dan belum ada di desa yang bersangkutan, atau merevitalisasi yang sudah ada tetapi kurang/tidak aktif.

Dengan telah adanya pelayanan kesehatan dasar dan UKBM serta terlatihnya kader dan terbentuknya Forum Desa Siaga, maka desa yang bersangkutan telah dapat ditetapkan sebagai Desa Siaga Aktif. Setelah Desa Siaga resmi dibentuk, dilanjutkan dengan pelaksanaan kegiatan Desa Siaga secara rutin sesuai dengan kriteria Desa Siaga, yaitu pengembangan sistem surveilans berbasis masyarakat, pengembangan kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana, penggalangan dana, pemberdayaan masyarakat menuju Kadarzi dan PHBS, serta penyehatan lingkungan. Pelayanan kesehatan dasar melalui Poskesdes (bila ada), dan Pelayanan UKBM seperti Posyandu dan Lain-lain digiatkan dengan berpedoman kepada panduan yang berlaku.

Kegiatan-kegiatan di Desa Siaga utamanya dilakukan oleh kader kesehatan yang dibantu tenaga kesehatan profesional (bidan, perawat, tenaga gizi, dan sanitarian). Secara berkala kegiatan Desa Siaga dibimbing dan dipantau oleh Puskesmas, yang hasilnya dipakai sebagai masukan untuk perencanaan dan pengembangan Desa Siaga selanjutnya secara lintas sektoral.

F. Pembinaan dan Peningkatan

Mengingat permasalahan kesehatan sangat dipengaruhi oleh kinerja sektor lain, serta adanya keterbatasan sumberdaya, maka untuk memajukan Desa Siaga perlu adanya pengembangan jejaring kerjasama dengan berbagai pihak. Perwujudan dari pengembangan jejaring Desa Siaga dapat dilakukan melalui Temu Jejaring UKBM secara internal di dalam desa sendiri atau Forum Komunikasi Desa Sehat dan atau Temu Jejaring antar Desa Siaga (minimal sekali dalam setahun). Upaya ini selain untuk memantapkan kerjasama, juga diharapkan dapat menyediakan wahana tukar-menukar pengalaman dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi bersama. Yang juga tidak kalah pentingnya adalah pembinaan jejaring lintas sektor, khususnya dengan program-program pembangunan yang bersasaran desa.


Salah satu kunci keberhasilan dan kelestarian Desa Siaga adalah keaktifan para kader. Oleh karena itu, dalam rangka pembinaan perlu dikembangkan upaya-upaya untuk memenuhi kebutuhan para kader agar tidak drop out. Kader-kader yang memiliki motivasi memuaskan kebutuhan sosial-psikologisnya harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan kreativitasnya. Sedangkan kader-kader yang masih dibebani dengan pemenuhan kebutuhan dasarnya, harus dibantu untuk memperoleh pendapatan tambahan, misalnya dengan pemberian gaji/intensif atau difasilitasi agar dapat berwirausaha.